Sunday, June 25, 2006

eGoiSme SeoRang SahAbaT

seorang sahabat hati melempar tanya padaku disuatu malam yang temaram dan sepi. untaian tanya itu, aku sedimentasikan menjadi serangkai kalimat yang indah,

“apa adil, kita menghapus jejak-jejak kenangan yang berpijak diingatan? apa bijak kita mengharap dan menuntut sesuatu yang lebih indah dari sekedar sebuah persahabatan?”.

sebelum tanya itu aku jawab, aku coba mencari beragam perspektif dari beberapa teman dekat. berikut beberapa jawaban itu:

“tidak adil bila kita menghapus sebuah kenangan, karena bila kita menghapusnya, berarti kita berbuat tidak adil pada jejak kehidupan yang sudah membina kita. kalau memiliki harapan, masih bijak. tapi jika mengandung tuntutan, ego diri yang berbicara”.

“ya nggak adil dan nggak bijak. bagiku, sahabat adalah satu jiwa dalam tubuh yang berbeda dan sahabat yang terdekat adalah keluarga, sehingga dalam persahabatan tak ada perhitungan”.

“sungguh sebuah pertanyaan yang sulit. kita tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa apapun dia, jika sudah tertulis sebagai kenangan, entah itu indah atau buruk, pasti takkan lekang dari memori dan berusaha melupakannya merupakan wujud ketidakberanian menghadapi yang lebih dari itu. berharap adalah bahasa dari hati, tapi menuntut yang lebih, saya rasa kurang bijak, kecuali ada ikrar dimasa lampau”.

disamping jawaban tersebut, ada juga jawaban yang mengungkapkan kecurigaan bahwa itu merupakan pengalaman pribadiku. dia tidak percaya kalau itu merupakan tanya dari seorang sahabat hati. berikut jawabannya:

“puitis banget! pengalaman pribadi ya? kenapaki’ kak? ada masalah ya? tapi aku yakin, orang seperti kakak mampu mencari solusi terbaik, orang cerdas kok! kan pengurus pb? kak, jangan lupa tahajjud/shalat lail dan adukan segalanya kepadanya”.

“aku akan mengenang yang baik, kebersamaan yang kukenang dan mengubur yang jelek, memperbaikinya agar nggak terjadi lagi kesalahan pada selanjutnya. emang kakak sudah bicara serius dengan itu sahabat? sepertinya ini masalah serius”.

untuk lebih menguatkan perspektif, aku kembali bertanya pad mereka:

“bagaimana pendapat anda kalau ada sahabat yang meminta, bahkan memaksa anda untuk melupakan kenangan persahabatan dengannya karena anda menolak harapannya yang menuntut lebih dari sekedar sahabat?”

jawaban dari mereka beragam:

“saya akan berkata, saat kamu tidak cukup kuat untuk meraih harapanmu pada seseorang, maka yang terbaik adalah membantu orang yang kamu cintai memperoleh kebahagiaannya, bukan malah menjebak dia dalam pilihan”.

“menurutku, harus diperjelas pada sahabat yang menuntut kita itu karena mungkin bagi kita sudah nggak ada apa-apa dengannya, tapi menurut dia belum jelas karena bagi dia masih menggantung. kalaupun aku diminta untuk melupakannya, itu tergantung diri kita. bagiku, meskipun kecewa tapi sulit untuk melupakanya”.

“kalau saya sahabat anda, kemudian anda menolak harapan saya untuk jadi lebih dari sekedar sahabat, selain akan berusaha untuk ikhlas menerimanya, saya juga akan meminta kesediaan anda untuk berdoa, meminta da berharap untuk sahabat itu agar mendapatkan yang lebih baik menurut allah swt”.

setelah mendapat berbagai masukan, aku membuat sebuah kesimpulan yang kemudian aku berikan kepada sahabat hati yang bertanya kepadaku:

“setiap jejak kenangan (terlepas dari positif atau negatif), tidaklah adil bila kita melupaannya. karena disetiap jejak itu, ada begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik. memaksa seseorang untuk menghapus kenangan persahabatannya dengan kita dari lapis-lapis ingatannya adalah sungguh tidak bijak, meskipun itu kita lakukan dengan alasan karena sahabat itu enggan untuk memenuhi harapan kita agar hubungan kita berdua tidak sekedar sahabat. permintaan itu justru menunjukkan kita begitu egois”.

tentu kita semua punya sahabat dan setidaknya ada kenangan yang mengendap di ingatan. bagaimana kalau anda yang menghadapi masalah ini?

No comments: