Monday, August 28, 2006

ehm . . . ehm . . .

ehm . . . tak terasa, hidup kita telah begitu lama terapung dalam lekukan-lekukan ruang yang dilipat dalam waktu. kita hanyalah menyalani siklus ‘waktu-uang-ruang’ dengan mata ‘melek’ namun hanya mampu menangkap citraan-citraan semu yang menyusun materi-materi kesadaran kita dalam bangunan kehampaan eksistensial.

ehm . . . begitu nikmat kita cerna suguhan-suguhan imajinasi tanpa realitas, mimpi tanpa kenyataan, khajalan tanpa harapan. begitu mudah kita teah suguhan ideologi instant yang disuguhkan kepada kita, tanpa kita sempat untuk bertanya. sosialisme dibalik rok mini, kapitalisme dibalik kerudung, religiusitas dibalik kuasa kata. ah . . . dan yang lain. semuanya sama, serba gemerlap.

ehm . . . betapa indah kelap-kelip kebutuhan baru tercipta, betapa cemerlang sinar diferensiasi gaya hidup mewabah. kita coba untuk menangkap segala, mencium surga, mengangkangi neraka, membelai nirwana, mengepit karma, memainkan bola-bola tasbih para brahmana, menikmati denting lonceng durga.

ehm . . . sungguh menakjubkan. aku adalah superman. aku adalah mahatma gandhi. aku adalah suharto. aku adalah sang kehendak. aku adalah sang kasih. aku adalah hitler, pol pot, doraemon, pokemon, madonna, cson, usamah bin laden, ja’far umar thalib, aku juga che guevara, nobita, versace, maradona, bush, mullah omar, theys, gus dur. aku adalah segalanya. aku adalah maya. aku adalah tontonan. tapi aku juga adalah realitas, dan aku adalah penonton. karena aku adalah tu(han) . . . kang pencet remote control televisi, tuts komputer, internet dan mesin faximile.

ehm . . . hebat . . . ! hebat . . . ! aku ada dimana-mana. jah, tapi tidak kemana-mana. aku tetap teronggok lesu, diatas pembaringan berkasur lusuh, dikamar kost yang kumuh, dibelakang kampus yang angkuh. sepetak kamar dimana kau mempelajari bahwa kita hidup dalam belitan --meminyam istilah jean baudrillard-- ‘logika hawa nafsu’ atau keserakahan kapitalisme tanpa kita berusaha untuk melepaskan diri, bahkan dalam hati kita yang mulai kusam, diam-diam terpatri satu tekad membaja ‘suatu hari aku harus jadi pengu(a)sa(ha)’

ehm . . . senyum sinismu menunjukkan padaku bahwa kaupun setuju dengan ideku. ha . . . ha . . . ha . . .

Thursday, August 24, 2006

mendefenisikan masalah

dalam mengarungi hidup ini, kita selalu diperhadapkan dengan berbagai macam pilihan. pilihan-pilihan itu, sebenarnya tidak ada yang lepas dari masalah, namun yang diinginkan adalah, kita melakukan pilihan dengan meminimalkan masalah yang di timbulkan dari pilihan itu.

agar kita mampu memilah pilihan mana yang paling minimal resikonya, maka dibutuhkan kemampuan untuk mendefenisikan masalah. kemampuan ini hanya dimiliki oleh orang yang tidak gila atau orang yang sadar akan potensi dirinya.

defenisi orang yang tidak gila disini tidak mengacu pada pengertian medis, namun ini diartikan sebagai simbolis, sebagaimana salah satu riwayat rasulullah saw berikut ini.

pada suatu hari, rasulullah saw melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul. beliau bertanya, ”karena apa kalian berkumpul disini?” sahabat menyawab, ”ya rasullullah, ini ada orang gila sedang mengamuk, karena itulah kami berkumpul disini.” beliau bersabda, ”orang ini bukan gila., ia sedang mendapat musibah. tahukah kalian gila yang benar-benar gila al-majnun haqqal majnun?” para sahabat menjawab, “tidak, ya rasulullah.”

beliau menjelaskan, ”orang gila ialah orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang orang dengan pandangan yang merendahkan. yang membusungkan dada, berharap akan surga tuhan sambil berbuat maksiat kepada-nya, yang kejelekannya membuat orang tidak aman dan kebaikannya tidak pernah diharapkan. itulah orang gila yang sebenarnya. adapun orang ini, dia hanya sedang mendapat musibah saja.”

dari riwayat diatas dapat dilihat bahwa orang gila itu adalah orang yang tidak sadar posisi, fungsi dan perannya, sehingga dia tidak tahu mendefenisikan sesuatu, apakah itu masalah atau bukan bagi diri dan lingkungan dan lembaganya.

ketidakmampuan mendefenisikan masalah biasanya muncul karena kita tidak mengetahui posisi, fungsi dan peran kita di tengah sebuah struktur sosial, dan juga adanya ketidakjelasan arah dan tujuan dari tindakan yang kita lakukan.

seringkali hal ini juga dipengaruhi oleh tingginya subjektivitas kita dalam melihat dan menganalisis sesuatu, sehingga kadang, bahkan senantiasa kita menuntut agar orang lainlah yang harus mengerti dan memahami kedudukan kita, dan kita enggan untuk mencoba memahami orang lain.

ini semua karena keengganan kita untuk membangun sebuah komunikasi yang intens dan lebih cendrung memilih diam dan terpaku serta memaki orang lain dalam hati. kita membangun sebuah benteng pertahanan untuk mengantisipasi serangan yang sebenarnya hanya ada dalam angan-angan kita.

seperti inilah orang-orang yang disinyalir oleh rasulullah dalam haditsnya diatas, sebagai al-majnun haqqal majnun. orang yang merasa diri lebih, karena itu menuntut hak-hak dan ingin diperlakukan secara istimewa, bila sudah seperti ini, lalu apa bedanya kita dengan iblis la’natullah alaihi? (lihat q.s. 2 : 34)

Sunday, August 20, 2006

hati-hati jaga hati

judul diatas mungkin terkesan tendensius, karena bagaimana kita berusaha untuk menjaga sesuatu yang tidak jelas juntrungannya. tapi kalau dipikir-pikir, tampaknya memang harus demikian? karena nyatanya sebagian besar dari kita selalu menyandarkan tindakannya dengan pertimbangan kata hati.

tulisan ini tidak berpretensi untuk melakukan analisis mendalam tentang apa dan bagaimana hati itu. namun dalam tulisan ini, akan dicoba untuk melakukan pembacaan secara dangkal dan mungkin agak parsial terhadap fenomena hati. fenomena hati yang dimaksud adalah pemahaman abstrak kita semua tentang rasa rindu, cinta, benci, duka, suka, rasa memiliki, kehilangan dan lain sebagainya yang seringkali kita katakan sebagai kata hati.

dalam pembahasannya tentang jiwa, al ghazali membagi jiwa menjadi empat bagian jaitu : hati, ruh, nafsu dan akal. dalam penjelasannya lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa keempat hal tersebut terdiri dari dua aspek yaitu aspek materi dan ruhani. hati misalnya disamping diterjemahkan sebagai segumpal daging sanubari yang terletak disebelah kiri dada, hati juga seringkali diterjemahkan sebagai rasa ruhani yang halus yang berkaitan dengan hati jasmani.

nah bila kita mau melakukan penjagaan terhadap hati kita, maka untuk hati yang bersifat materi, yang harus kita lakukan adalah dengan menjaga keteraturan makan agar tidak terkena maag, yang berlanjut dengan thyfus dan diteruskan dengan lever dan penyakit kuning yang menggerogoti hati kita.

tapi bila kita mau menyaga hati nurani kta maka tentunya bukan makan secara materiil yang harus kita jaga, melainkan makanan spiritual kita. makanan spiritual yang dimaksud adalah dzikir kita kepada allah swt. disamping itu yang harus diperhatikan juga adalah berusaha untuk menghindarkan hati dari virus-virus penyakit hati.

penyakit hati yang seringkali menyangkiti hati kita itu, semisal curiga, iri dan dengki. namun dari sekian banyak penyakit hati, ada satu penyakit hati yang susah untuk didiagnosis, yaitu rasa memiliki yang tidak sah. rasa memiliki seseorang, menganggap diri kitalah yang paling berhak mendapatkan perhatiannya, kitalah yang paling berhak memperhatikannya bukan yang lain.

padahal antara kita dan dia tidak ada ikatan apa-apa, mungkin inilah yang dapat dikategorikan sebagai tindakan meng-kavling dan kalau dalam bahasa agamanya adalah zina hati. tapi anehnya inilah penyakit hati yang paling susah di hilangkan dan bahkan kita malah seringkali menikmatinya tanpa menyadarinya, gimana nih? habis enak sih, he..he..he.

makanya hati-hati’ki jaga hati’ta !!!!!

Monday, August 14, 2006

kEseTiaAn


kesetiaan, sebuah kata yang begitu indah dan mudah untuk diucapkan, namun sesungguhnya dalam hakekatnya, kata ini begitu sulit untuk direalisasikan. dalam kata ini terdapat etos, semangat dan keteguhan untuk bertahan dan berjuang dalam sebuah bangunan pengabdian yang tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan imbalan. dalam kesetiaan, tergambar sebuah makna yang begitu mendalam.

kesetiaan, dalam bahasa islam dikenal dengan istilah istiqamah. dengan istiqamah maka keislaman seorang muslim akan dapat dipertahankan. tapi ke-istiqamah-an saja tidak cukup, semua butuh perhitungan yang mampu mengkalkulasi seberapa besar manfaat yang bisa diperoleh dan seberapa besar manfaat yang bisa diperoleh dan seberapa banyak mudharat yang bisa dihindari bila kita memilih untuk istiqamah pada satu keyakinan dan setia pada satu pilihan.

orang yang tidak melakukan kalkulasi terhadap kesetiaannya, maka dia itu ibaratnya seperti yang dikatakan jamal d. rahman, memungut rintik hujan, pekerjaan yang hampr sia-sia dan tak meninggalkan kesan. kesetiaan untuk tinggal dan memunguti rintik hujan yang turun untuk membasuh kemarau yang telah memberi bunga plastik, adalah kesetiaan tanpa perhitungan dan terkesan absurd. absurditas ini terbangun karena kesalahan dalam mengaplikasikan kesetiaan sebagai turunan langsung dari keikhlasan yang menjadi pondasi dari semua tindakan seorang muslim.

bagi seorang muslim, keikhlasan memang harus menjadi segala-galanya. keikhlasan akan memberi kekuatan besar bagi muslim untuk memunguti rintik hujan, namun apakah bila kita telah memmunguti rintik hujan, lantas pekerjaan itu dapat dimaklumi karena dilakukan atas nama cinta? ah... sebenarnya itu merupakan sebuah pemboroan keikhlasan.

alangkah indahnya bila energi keikhlasan dalam kesetian yang selama ini dimiliki, difungsikan untuk membangun sebuah taman yang berisi tidak sekedar bunga plastik, namun taman itu dihiasi, dihuni dan dipenuhi dengan aroma sedap nan menawan yang dihasilkan dari berbagai jenis bungan yang cuma bisa dikelola bila kita malakukannya dengan cinta, keikhlasan dan kesetiaan. sebuah keikhlasan yang sudah dipertimbangkan untung ruginya demi sebuah perjuangan yang lebih besar, perjuangan lillahi ta’ala. mimpi kali yee...

biarkan aku memunguti rintik hujan
setelah kemarau memberimu sejumput bunga plastik
sebab aku tak bisa beranjak
sampai hujan turun kembali
--jamal d. rahman

Tuesday, August 08, 2006

hAdiAh daRi muHarY

hari ini semangatku menulis bangkit lagi
asal tahu aja
aku dapat hadiah buku puisi
dari kanda muhary wahyu nurba

beliau memberiku kumpulan puisinya
yang berjudul sekuntum cahaya
aku rasa hariku berdisinar
disana berpendar cahaya

aku rindu menulis
makanya aku menulis kegembiraan ini

terimakasih kanda...

Monday, August 07, 2006

ceRianYa kuCinGku

lihat…! mereka saling guling
memperebutkan kesempatan menyusu pada induknya.

aku jadi iri, mereka begitu mesra.
hi… hi… hi… bulunya mulai kelihatan motifnya.
wow..wow.. jangan coba-coba

ini bukan makanan, ini tanganku.
auw.. dooh… kok dicakar
kuku kalian panjang-panjang

eits... jangan nakal gitu…
jane anaknya dipanggil dong
kok tangan aku kecakar sih

mau minum susu?
tapi bagi dengan saudaranya ya...
jangan minum sendiri
kalo nggak mau berbagi
aku nggak kasih nih...

nah.. gitu dong
pintar... ayo lompat!!!
hik... hik... hik...
kalau masih kecil kalian lucu-lucu ya...

Friday, August 04, 2006

bEbaN riNdu dAn keSediHan

sejarah hidup manusia adalah
sejarah rindu dan kesedihan
energi yang membangkitkan gairah manusia
dalam menjawab tantangan zamannya
adalah cinta dan penderitaan

dalam pencarian eksistensinya, manusia menemukan sebuah kenyataan bahwa sesungguhnya keberadaan manusia dalam ruang dan waktu adalah sebuah ketercerabutan eksistensial dari sumber eksistensinya. manusia terlepas dari pohon pangkal hidupnya.

keterpisahan tersebut telah melahirkan penderitaan yang maha dahsyat dalam diri manusia, penderitaan itulah yang dikenal dengan kerinduan. sebuah kerinduan yang mendalam dan menyakitkan.

kerinduan yang mendalam itu telah mengukir sejarah manusia. manusia dengan penuh semangat berjuang, bergolak dan bergerak menuju pohon pangkal semula dimana dia bersumber, dan dalam perjuangan itu, tetesan keringat, darah dan airmata adalah lumrah.

rindu yang begitu mendalam telah membaluri warna kehidupan insani dengan kesedihan yang panjang dan melelahkan.

rindu yang ada telah melahirkan energi besar dalam naungan cinta. keinginan untuk kembali membangun kesatuan hakiki dengan sumber keberadaan yang hakiki.

hidup disemangati dengan kesediaan untuk menderita demi sebuah penyatuan. setelah berkelana begitu jauh dalam alam raya yang melenakan, insan begitu rindu akan kembali dan istirah dalam taman kebahagiaan.

namun ternyata adakalanya rindu dan kesedihan tidak melahirkan cinta dan penderitaan melainkan benci, dendam dan sakit hati.