Saturday, June 30, 2007

Kekerasan (...teringat GANDHI)

beberapa hari yang lalu saya mendapatkan sms dari seorang teman di palu.
dia menceritakan tentang kekerasan yang dialami oleh beberapa mahasiswa
yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi (AMAK) Palu

ketika mereka melakukan demonstrasi menuntut
agar kasus korupsi Rektor Universitas Tadulako diusut tuntas
mereka disebu oleh segerombolan preman
yang ditenggarai disewa oleh Sang Rektor.
hal ini menimbulkan beberapa peserta demonstrasi terluka
bahkan ada yang sampai terbacok senjata tajam.

ternyata premanisme bukan hany milik mereka yang memang hidup di dunia hitam
kampus dan dunia akademik ternyata juga menjadi sarang yang nyaman
bagi teumbuh dan berkembangnya premanisme
lalu dimana hati nurani dan idealisme akademik dan intelektual

tersembunyi di lorong gelap hati nurani di sudut-sudut yang jorok barangkali.....

di saat-saat seperti ini, saya teringat sebuah nama
GANDHI

Thursday, June 28, 2007

Puisi Emha

Beberapa hari yang lalu, aku menemukan sebuah majalah usang. Di dalamnya aku mendapatkan sebuah puisi dari Emha Ainun Najib yang demikan menyentuh kalbuku. Aku menulis puisi ini, semoga bisa menjadi bahan renungan bersama.

Begitu engkau bersujud, terbangunlah ruang yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali pula engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid yang telah kau bangun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu meninggi, menembus langit, menemui alam makrifat

Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika bernama masjid, begitu di kau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan ke piring ke-ilahi-an, menjelma se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara adzan

Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang Allah, engkaulah kiblat
Kalau telingamu mendengar yang didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau gerakan hatimu mencintai yang dicintai Allah, engkaulah ayatullah

Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud
Karirmu bersujud, rumah-tanggamu bersujud, sepi dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud

Dan menjadilah engkau masjid.

Sunday, June 17, 2007

Sahabat dan Kenangan

[tulisan ini sudah pernah aku posting sebelumnya, namun entah mengapa aku mengingatnya kembali]

Seseorang melempar tanya padaku di suatu malam yang temaram dan sepi. Untaian tanya itu aku sublimasi dan padatkan menjadi sepenggal kalimat singkat:

apa adil kita menghapus jejak-jejak kenangan yang berpijak di ingatan? Apa bijak kita mengharap dan menuntut sesuatu yang lebih indah dari sekedar sebuah persahabatan?

Sebelum tanya itu kujawab. Coba kucari beragam perspektif dari beberapa sahabat hati. Berikut jawaban-jawaban mereka:

tidak adil bila kita menghapus sebuah kenangan, karena bila kita menghapusnya, berarti kita berbuat tidak adil pada jejak kehidupan yang sudah membina kita. Kalau memiliki harapan, masih bijak. Tapi jika mengandung tuntutan, ego diri yang berbicara.

ya nggak adil dan nggak bijak. Bagiku, sahabat adalah satu jiwa dalm tubuh yang berbeda dan sahabat yang terdekat adalah keluarga sehingga dalam persahabatan tak ada perhitungan.

sungguh sebuah pertanyaan yang sulit, kita tidak bisa mwmbohongi diri sendiri bahwa apapun dia jika sudah tertulis sebagai kenangan, entah itu indah atau buruk, pasti takkan lekang dari memori dan berusaha melupakannya merupakan wujud ketidakberanian menghadapi yang lebih dari itu. Berharap adalah bahasa dari hati, tapi menuntut yang lebih, saya rasa kurang bijak, kecuali ada ikrar di masa lampau.

puitis banget! Pengalaman pribadi ya? Kenapaki’ kak? Ada masalah ya? Tapi aku yakin, orang seperti kakak mampu mencari solusi terbaik, orang cerdas kok! Kan pengurus xxxxx? Kak, jangan lupa tahajjud/lain dan adukan segalanya kepadaNya.

aku akan mengenang yang baik, kebersamaan yang kukenang dan mengubur yang jelek, memperbaikinya agar nggak terjadi lagi kesalahan pada selanjutnya. Emang kakak sudah bicara serius dengan itu sahabat? Sepertinya ini masalah serius.

Karena merasa belum menemukan yang pas, aku kembali bertanya ke mereka:

bagaimana pendapat anda kalau ada sahabat yang meminta, bahkan memaksa kita untuk melupakan kenangan persahabatan denganya karena kita menolak harapannya yang menuntut lebih dari sekedar sahabat?

Jawaban dari sahabat-sahabat hatiku masih beragam:

emangnya ada sahabat yang minta, nuntut dan maksa seperti itu? Lebih dari persahabatan, maksudnya? Bagiku persahabatan merupakan kekuatan dan betapa sakit bila kehilangan. Saya kasih komentar karena nggak tau persis masalahnya.

saya akan berkata saat kamu tidak cukup kuat untuk meraih harapanmu pada seseorang, maka yang terbaik adalah membantu orang yang kamu cintai memperoleh kebahagiaannya bukan malah menjebak dia dalam pilihan.

menurutku harus diperjelas pada sahabat yang menuntut kita itu karena mungkin bagi kita sudah nggak ada apa-apa dengannya, tapi menurut dia belum jelas karena bagi dia masih menggantung. Kalaupun aku diminta untuk melupakannya itu tergantung diri kita. Bagiku, meskipun kecewa tapi sulit untuk melupakannya.

kalo saya sahabat anda kemudian anda menolak harapan saya untuk jadi lebih dari sekedar sahabat, selain akan berusaha untuk ikhlas menerimanya, saya juga akan meminta kesediaan anda untuk berdo’a, meminta dan berharap untuk sahabat itu agar mendapatkan yang lebih baik menurut Allah swt.

Setelah mendapat berbagai masukan, aku membuat sebuah kesimpulan yang kemudian aku berikan kepada sahabat yang bertanya kepadaku:

setiap jejak kenangan (terlepas dari positif atau negatif), tidaklah adil bila kita melupakannya, karena di setiap jejak itu, ada begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik. Memaksa seseorang untuk menghapus kenangan persahabatannya dengan kita dari lapis-laping ingatannya adalah sungguh tidak bijak meskipun itu kita lakukan dengan alasan karena sahabat itu enggan untuk memenuhi harapan kita agar hubungan kita berdua tidak sebatas sahabat. Permintaan ini justru menunjukkan kita begitu egois.

Tuesday, June 05, 2007

Pesan Yang Mengairahkan

Semalam aku ketemu dengan Faidah Azuz, sang penulis “Malaikat Menulis Dengan Jujur” sungguh pertemuan yang pantas diabadikan. Pertemuan singkat yang diisi dengan pebicaraang ringan dengan tema yang tidak tentu ini telah memberikan begitu banyak mutiara inspirasi padaku.

Yang berhasil terikat dengat kuat dalam lembaran kertas adalah sebuah pesan yang dituliskan ka’ Ida buatku dan buat siapapun yang rela mengorbankan waktunya untuk bermain-main dengan aksara.

Selebihnya, pesan itu langsung kuselipkan dalam laci hati agar tak tercecer dalam perjalanan kehidupan yang nampaknya penuh dengan rintangan dan guncangan.

Sunday, June 03, 2007

Menikmati Suasana Dingin Malino

Dingin, udara berhembus semilir. Deru angin disertai butiran-butiran rinai membasuh muka yang terpasang, sengaja menantang datangnya rintik hujan.

Tak pernah kurasai suasana dingin sesublim ini, imajiku tergelitik untuk menggores beberapa puisi yang mengendap dalam nurani. Untaian kata kurangkai perlahan membentuk bait, menyusun kalimat-kalimat pendek, menjadi rima yang memuat makna yang menggumpal.

Dalam ramai dan canda tawa yang riuh dari sahabat seperjalanan, masih sempat kuselipkan kesendirian di tengah-tengah keriuhan itu. Ya, kunikmati sunyi dengan menjernihkan pendengaran untuk menikmati derai dedaun yang ditempa bulir-bulir air yang seakan tertumpah secara teratur dari angkasa yang mengabu-abu.

Aku larut dalam irama sunyi yang harmonis, lagu alam dengan ritmik yang teratur. Suasana itu membelaiku dengan manja, ingin rasanya terus terlelap di pangkuan alam yang syahdu. Sayang aku harus beranjak pulang dan aku tak sendiri...

aku juga menikmati keramaian di bawah curahan air terjun bersama rekan...