Monday, May 29, 2006

gEmpA haNya Di tEve

hari ini, televisi kita diguncang gempa, gempa yang begitu dahsyat. meluluhlantakkan rumah, bangunan pemerintah, tempat ibadah dan menelan ribuan korban jiwa di jogjakarta dan sekitarnya. menurut televisi, bantuan berdatangan, kepanikan melanda, teriakan histeris berbaur dengan ucapan belasungkawa dan selingan iklan.

apa benar gempa terjadi? –mohon beribu maaf buat para korban dimanapun anda beradaBaudrillard mengajariku menjawab “TIDAK!!!”, gempa tak pernah benar-benar terjadi di jogja dan sekitarnya, gempa hanya terjadi di layar-layar televisi kita. Semua hanya akting yang pantas dijadikan tontonan dan disajikan buat pemirsa. Ini dunia simulakra bung! Semua hanya realitas hyper!!

ketika menyaksikan kejadian tersebut dilayar televisi, nenek saya yang tamat sekolah rakyat saja tidak, tiba-tiba nyeletuk dengan bahasa bugis, “agaro diaseng gempa di? de’ sedding gaga riolo (gempa itu apasih, rasanya dulu tak pernah ada gempa)”, dengan muka polos dia terus menatap layar televisi.

ibuku menimpali, “riolo mupa naengka gempa, cuma riolo de’gaga talavisi, jadi de’ nengka riengkalingai kajajiang, (gempa itu sudah ada sejak dulu, cuma dulu belum da televisi, jadi kita tidak tahu)”. Sehabis bicara, ibuku minta agar chanel televisi dipindah ke acara lain dengan alasan ngeri melihat tayangan gempa. tapi karena semua chanel menyiarkan suguhan yang sama, meski dengan resep dan bumbu yang berbeda, akhirnya ibuku pergi.

gempa masih terus mengguncang, sudah seharian penuh sejak dari kemarin subuh. bukan jogja dan sekitarnya lagi yang diguncang, tapi jiwa dan mental para penonton. dengar saja komentar ayah saya yang guru madrasah, terkesan sedikit religius (atau malah mistis?), “ini akibat orang jogja mulai lupa pada ratu laut selatan dan hanya peduli dengan penjaga merapi, nyi roro kidul marah!”. adikku yang lepsan pesantren menambahkan, “kita harus mendekatkan diri pada allah, agar terhindar dari bencana seperti ini”.

lihatlah!!! gempa itu benar-benar mengguncang jiwa dan mental kita, mental keluargaku, mental para penonton yang secara geografis sangat jauh dari jogja. kita semua menjadi psikopat, menderita kerakutan yang berlebihan. Inilah hyperreality itu...!!! realitas semu yang dikonstruksi oleh simulasi tontonan melalui televisi.

masih mau bukti? paska tsunami aceh desember 2004, hampir semua orang dihantui oleh bencana aneh yang bernama tsunami itu. ketika sekitar april 2005 terjadi gempa di palu-sulawesi tengah, orang-orang pada lari ke gunung bahkan nginap sampai berhari-hari hanya karena takut pada tsunami. begitupun dengan gempa jogja ini, penduduk parangtritis-bantul dihantui oleh isu yang sama. tsunami bukan lagi realitas dalam konteks ruang dan waktu tertentu, dia telah bermetamorfosis menjadi hyperreality dikepala kita semua.

terlepas dari apa komentar anda tentang gempa di jogja dan sekitarnya, bagi saya, --mengikuti fatwa imam mujtahid jean baudrillard— gempa yang sesungguhnya terjadi di layar-layar televisi kita. guncangan dan getarannya bukan di mana-mana, melainkan di jiwa dan mental kita yang kian psikopat. saya jadi teringat mbah sokrates yang pernah mengatakan, “saya tidak tahu apa-apa selain ketololan saya sendiri”.

No comments: