[tulisan ini sudah pernah aku posting sebelumnya, namun entah mengapa aku mengingatnya kembali]
Sebelum tanya itu kujawab. Coba kucari beragam perspektif dari beberapa sahabat hati. Berikut jawaban-jawaban mereka:
“tidak adil bila kita menghapus sebuah kenangan, karena bila kita menghapusnya, berarti kita berbuat tidak adil pada jejak kehidupan yang sudah membina kita. Kalau memiliki harapan, masih bijak. Tapi jika mengandung tuntutan, ego diri yang berbicara.”
“sungguh sebuah pertanyaan yang sulit, kita tidak bisa mwmbohongi diri sendiri bahwa apapun dia jika sudah tertulis sebagai kenangan, entah itu indah atau buruk, pasti takkan lekang dari memori dan berusaha melupakannya merupakan wujud ketidakberanian menghadapi yang lebih dari itu. Berharap adalah bahasa dari hati, tapi menuntut yang lebih, saya rasa kurang bijak, kecuali ada ikrar di masa lampau.”
“puitis banget! Pengalaman pribadi ya? Kenapaki’ kak? Ada masalah ya? Tapi aku yakin, orang seperti kakak mampu mencari solusi terbaik, orang cerdas kok! Kan pengurus xxxxx? Kak, jangan lupa tahajjud/lain dan adukan segalanya kepadaNya.”
“aku akan mengenang yang baik, kebersamaan yang kukenang dan mengubur yang jelek, memperbaikinya agar nggak terjadi lagi kesalahan pada selanjutnya. Emang kakak sudah bicara serius dengan itu sahabat? Sepertinya ini masalah serius.”
Karena merasa belum menemukan yang pas, aku kembali bertanya ke mereka:
“bagaimana pendapat anda kalau ada sahabat yang meminta, bahkan memaksa kita untuk melupakan kenangan persahabatan denganya karena kita menolak harapannya yang menuntut lebih dari sekedar sahabat?”
“emangnya ada sahabat yang minta, nuntut dan maksa seperti itu? Lebih dari persahabatan, maksudnya? Bagiku persahabatan merupakan kekuatan dan betapa sakit bila kehilangan. Saya kasih komentar karena nggak tau persis masalahnya.”
“setiap jejak kenangan (terlepas dari positif atau negatif), tidaklah adil bila kita melupakannya, karena di setiap jejak itu, ada begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik. Memaksa seseorang untuk menghapus kenangan persahabatannya dengan kita dari lapis-laping ingatannya adalah sungguh tidak bijak meskipun itu kita lakukan dengan alasan karena sahabat itu enggan untuk memenuhi harapan kita agar hubungan kita berdua tidak sebatas sahabat. Permintaan ini justru menunjukkan kita begitu egois.”
No comments:
Post a Comment