Thursday, November 29, 2007

apa ini sekedar simpati?

setelah aku mengenalmu lebih pribadi
kini aku sadar betapa aku belum mengenalmu selama ini.

betapa banyak perbuatanku yang telah membuatmu terluka
tapi kau begitu tabah untuk tetap mempercayaiku.

kau mempertahankan keyakinanmu padaku
dari gempuran keraguan dan was-was
bahwa aku akan berkhianat

tapi kau tetap bertahan
bahwa kadang manusia memang mungkin keliru
dan kau paham itu
bahwa aku juga manusia dan buakn malaikat.

kuucapkan dengan sepenuh hati syukurku
terhatur pada Ilahi
kusampaikan salam terima kasihku padamu
atas anugrah yang tak ternilai ini

tak salah aku menilaimu
dalam pengenalanku yng masih dangkal dulu
aku menilaimu sebagai bidadari
dan itu tak salah
setelah aku kian mengenalmu.

maaf....
aku mungkin telah membuatmu terluka kemarin
semoga esok kita bisa lebih saling memahami

Wednesday, November 28, 2007

…itu munafik namanya…itu munafik namanya

kutulis pada dinihari yang sendiri

belum pernah aku merasa seperti ini,
aku hampir tak mampu memaafkan diriku sendiri.
aku telah membuatnya kehilangan kepercayaan padaku.
kuakui ini salahku.

sepanjang malam aku tersiksa,
kiranya bukanlah hal yang salah,
kalau aku menangis karena ini,
aku tak tiba tertidur sepanjang malam...
aku telah menyiksanya dalam keraguan.

yang membuatku makin haru...
dia memberikan maafnya dengan tulus,
dengan senyum ikhlas
hatiku makin terasa rawan...
gerimis di pelupuk mataku kian menderas.

moga Allah membalasmu dengan setimpal
kau memang bidadari
sungguh-sungguh bidadari
dengan jiwa selembut sutra
dan hati seluas samudra

aku masih tersedu
kunikmati Ikke Nurjannah dengan “Munafik”nya
meski semua temanku terheran
aku tak peduli, bahkan kebodohan inipun
belum pantas sebagai hukuman
atas kesalahanku padamu

bila engkau berbicara
lain di bibir lain di hati
dan bila engkau berjanji
selalu engkau ingkari
dikala kau dipercaya
lalu kau menghianatinya
itu munafik namanya

itu munafik namanya
gerimis dipelupuk mataku kian menderas

Tuesday, November 27, 2007

teringat ibuku

sejuk gemercik air di padang gersang
basah terasa aliri pipa yang kering
hangat sentuhannya damai terasa
m’nyertai lagkah kita di s’panjang hayatnya

kasih sayangnya sehangat mentari pagi
belaian tanganya selembut angin sutra
senyum manisnya hiburkan hati nan duka
pandang matanya tajamkan hati nan suci

ia adalah, wanita paling berjasa
sejak kita lahir ke dunia
dan melanglang alam fana
tiada tandingan budinya dalam hidup kita

yang melahirkan kita,
menyusi dan membesarkan kita
pertaruhkan jiwa raga membela kita semua

ialah ibunda
yang selalu mendoakan kita
dalam keadaan lapang suka ataupun duka

tutur katanya adalah harapan doa
nasihat yang berguna sepanjang masa
keridhoannya adalah ridho ilahi
kemurkaannya adalah murka ilahi


aku teringat ibuku
seungguh terkenang-kenang
kunikmati dalam senyap nasyid “Ibunda”
dari “Suara Persaudaraan” diatas

Monday, November 26, 2007

kemalasan mendera

entah karena kesibukan
atau sebentuk kemalasan
rumah ini tak pernah terurus

aku hanya datang untuk menengok
apa ada pesan baru atau tidak
aku merasa malas untuk posting

coba kucari pemantik inspirasi
entah tercecer dimana
ideku mengering lagi
sepertinya terbelenggu rutinitas

tapi semalam aku dapat semangat baru
menulis saja, tak lebih
entah itu pantas dibaca
entah itu tiada bermakna
menulis saja

toh pada akhirnya akan terbaca
toh pada akhirnya akan bermakna
bahwa kau belajar menulis
bahwa kau belajar mengeja
bukankah itu sudah cukup?